Wednesday, 9 November 2016

Jalan Tembusan (Jembatan ) : Desa Kembangan


Desa kembangan, desaku sayang. Secara geografis desa yang letaknya sangat strategis diantara tri pedusunan, desa yang memangku jalan raya pucuk-paciran, yaitu jalan penghubung antar kecamatan, selain itu diapit dua desa yang mana sebelah selatan desa siman dan sebelah utara desa karang.

Tiga desa ini punya jalinan persaudaraan yang sangat erat dan sudah diwariskan sejak zaman nenek moyang kita dahulu, baik dalam hal hubungan sosial budaya atau agama punya persamaan, meskipun dalam hal - hal kecil ada sedikit perbedaan.

Mungkin adat isitiadat budaya ini sudah wariasan dari yai shab, nyai bumi dan nyai dero tiga pepunden ini yg menjadi cerita melegenda di tri pedusunan yaitu kembangan (yai shab), siman (nyai bumi) , dan karang (nyai dero). Dan kebetulan tiga pepunden ini yg laki - laki hanya satu berada di desa kembangan yaitu yai shab.

Dalam cerita babad tanah jawa dikisahkan tiga desa ini memiliki pantangan yang mana orang - orang tua zaman dahulu tidak berani melanggarnya. Pantangannya yaitu tentang perjodohan / pernikahan, seperti ada semacam perjanjian yang tidak tertulis oleh orang tua zaman dahulu antara desa kembangan, siman, dan karang. Dan tiga pedusunan tersebut selalu mematuhi pantangan tersebut.

Dalam cerita yang dituturkan oleh para leluhur kita yang mana orang siman baik laki - laki maupun perempuan tidak boleh mengawini orang karang, begitu pula sebaliknya orang karang baik laki - laki maupun perempuan tidak boleh mengawini orang siman. Orang tua dulu punya alasan karena melangkahi satu desa yaitu desa kembangan dianggap kurang baik. Tapi disisi lain desa kembangan memiliki keistimewaan dalam kasus tersebut yaitu bebas perjodohan dengan orang siman atau orang karang.

Cerita tersebut orang tua zaman dahulu boleh percaya boleh tidak, setelah berjalan berpuluh - puluh tahun bahkan berabad - abad, sedikit demi sedikit kepercayaan itu luntur dengan sendirinya, akhirnya orang siman atau orang karang yang mau berjodohan punya cara untuk menyiasati larangan tentang perjodohan itu. Agar tidak melangkahi desa kembangan, dengan cara membuat jalan tembus atau jalan pintas sebagai penghubung. 


Cerita ini sebenarnya tidak banyak orang yang tau, karena semua hal - hal yang berbau tahayul atau adat budaya jawa asli tergerus atau tergusur oleh pengaruh agama islam, dengan sendirinya lambat laun anak cucu kita sebagai generasi penerus tidak tahu bahkan tidak mengenal sejarah atau riwayat desanya.

Melalui tulisan ini paklik prasojo kaniraras hanya ingin sedikit mengingat begitu banyaknya cerita tentang desa yang belum kita ketahui. Jalan tembus yang dibagun atau dirintis oleh para leluhur zaman dahulu sebagai penghubung sampai sekarang masih membekas dan bahkan masih bisa dirasakan dan tetap lestari.

Salah satu contoh jalan tembus yang ada di desa karang yaitu dari belakang rumah wak bamban menuju selatan melalui persawahan yang ada disebelah utara desa kembangan tembus belakang rumahnya mbah mustajim (kakeknya cak yunus) atau belakang rumah mbak maya ( makin ) lalu melalui gang depan rumah mbah legiyah ke selatan tembus belakang rumah bapak prayitno yang mana jalan tembus itu menyebrangi sungai maka zaman dulu sebagai sarana jembatan hanya dibuat dari bambu (uwot).

Pada tahun 80an jalan tembus ke desa siman yang ada di belakang rumah bapak prayitno dialihkan atas usul alm bapak tajap RT 2 (bapak nya ust mujiono) akhirnya dibagunlah jembatan / uwot terpanjang di kembangan pada waktu itu yang berada di belakang rumah bapak sajid (bapaknya  bapak anas rodli) panjang jembatan yang berbahan dari bambu itu  kurang lebih 80m. Perlu diketahui jembatan yang panjang itu diselimuti oleh rimbunnya bambu membuat keadaan agak horor dan setiap langkah harus ekstra hati - hati karena jembatan hanya sebatang sampai dua batang bambu yang di fungsikan sebagai jembatan. Dan ketika musim kemarau jembatan atau uwot  itu tidak banyak yang melewati karena kebanyakan orang ke pasar siman memilih jalan darat.

 
Dari kebiasaan jalan darat ketika musim kemarau itu maka pada era 90an jalan tembus dialihkan lagi, yang sampai sekarang berada di belakang rumah bapak mundofar (bapaknya aan) RT 3, menuju siman melalui depan rumah bapak mustaji (mbah rokani alm) dan dibangunlah jembatan sederhana. Berbeda dengan jembatan yang sebelumnya di RT 2, jembatan di RT 3 ini sudah didesain praktis dan lebih nyaman, disamping itu panorama disekitarnya sangat indah ketika bengok - bengok (enceng gondok) tumbuh dan berkembang memenuhi dataran kali mbanggi dan sekitarnya.

Jalan alternatif kedua yang bisa menuju desa siman yaitu makam keramat siman dari belakang rumah bapak maskuri (dongkol) melalui samping makam yai shab, tapi sayang jalan ini sekarang sudah terputus karena tidak adanya sarana jembatan sejak ada program pembegoan kali sebelah selatan proyek tapal batas.

Dengan adanya jalan tembus ini jalinan persaudaraan warga antara desa siman, kembangan, dan karang terasa lebih erat.

Kembali pada cerita mitos tentang perjodohan antara tri pedusunan boleh percaya boleh tidak, kenyataannya memang demikian. Jarang sekali ada orang siman yang menikah dengan orang karang atau sebaliknya, tapi disisi lain orang kembangan banyak yang menikah atau mendapat jodoh dari siman atau karang.

Dari cerita jalan tembus ini harapan kedepannya, paklik prasojo kaniraras agar pemerintah desa mau mengupayakan akses jalan tembus terutama ke desa siman ini bisa difasilitasi secara resmi, karena jalan tembus yang ada selama ini masih melintasi atau melewati pekarangan milik pribadi yaitu pekarangan atau tanah milik bapak mundofar.

Demikian cerita atau sejarah jalan tembus yang pada awalnya berbau mitos atau istilah yang lain. Yang jelas dari segi sosial budaya banyak bermanfaat dan semoga jalan tembus ini tetap lestari. Diakhir tulisan apabila banyak salah - salah kata paklik prasojo kaniraras  mohon maaf yang sebesar-besarnya.

Dirilis  : Oleh Admin Cangkru'e Desa Kembangan
Penulis : Pak lek Prasojo Kaniraras
Sumber : Pak lek Prasojo Kaniraras dan Pakdhe Guno

No comments:

Post a Comment