Nyadran sudah ada sejak jaman dulu, bisa dikatakan sejak jaman majapahit. melihat dari kata nyadran itu sendiri berasal dari bahasa sangsekerta yaitu sraddah yang berarti keyakinan, dan menurut istilah orang jawa berarti membersihkan makam.
Mungkin sebelum adanya pemukiman desa kembangan sudah ada nyadran di tanah desa kembangan , karena menurut sejarah dan cerita nenek moyang kita dulu, penduduk disekitar daerah jawa timur adalah menganut agama hindu karena pelarian dari majapahit, maka setiap pemukiman dipastikan memiliki danyang (orang pertama kali yang menepati suatu wilayah). Tak ubahnya seperti kisah putri bungsu raja majapahit yang terakhir bernama roro anteng, ketika itu majapahit di serang oleh kerajaan Islam demak bintoro, Roro anteng untuk mempertahankan keyakinannya yaitu agama hindu. sehingga dia melarikan diri kepuncak gunung bromo kemudian disana dia bertemu dengan seorang jejaka yang bernama Seger. sehingga sampai sekarang keturunannya yang ada di sekitar gunung bromo disebut suku tengger. yaitu hasil perkawinan antara roro anteng dan joko seger.
Seperti masyarakat mojopahit yang melarikan diri ke wilayah utara, sebab serangan dari kerajaan Islam demak bintoro, termasuk Mbok Lanjar yang terdampar di tanah desa kembangan, Nyai dero yang terdampar disiman, dan Nyai bumi di desa karang. Pelarian Mbok Lanjar ke sebelah utara ternyata tidak sendirian, dari belakang mbok lanjar diikuti oleh prajurit dari majapahit yang akhirnya berjodoan dengan mbok lanjar dan akhirnya beranak pinak di tanah desa kembangan. Mbok Lanjar kemudian babat alas , membuka lahan untuk ditanami, sehingga anak keturunan mboklanjar berkembang dengan mata pencaharian bercocok tanam.
Ketika mbok lanjar meninggal dunia , para keturunan mbok lanjar melakukan aktivitas nyadran untuk mengenang mbok lanjar, kegiatan nyadran di adakan ditanah sekitar telaga wetan desa kembangan. tepatnya di belakang lumbung pangan yang digunakan untuk menaruh atribut sesajen , dari patung hingga makanan dan buah - buahan.
Selangang beberapa tahun kemudian muncul
seseorang yang bersosok santri yang mendakwakan agama Islam. Sehingga
ditanah kembangan jaman dulu terdapat dua kepercayaan yaitu ajaran hindu
dan islam. dari kelompok yang mengikuti jejak mbok lanjar beragama
hindu , dan yang mengikuti jejak seorang santri menganut agama islam.
Terbukti dengan penemuan patung ketika pemerintahan petinggi Maskuri , melakukan pelebaran makam desa kembangan sisi utara , alat berat (bego) yang mengeruk tanah menemukan sebuah patung atau arca, setelah diteliti dan di amati oleh pak dhe guno ternyata patung itu adalah peninggalan Mbok lanjar yang di gunakan sembayang pada jaman mbok lanjar. Untuk mengindari hal - hal yang negatif petinggi maskuri memiliki keputusan patung tersebut untuk dikubur kembali.
Kemudian yang menganut sosok santri mengadakan ritual yang sama yaitu sesaji yang dikemas secara islami di sebelah wilayah selatan , tepatnya di belakang rumah bapak Maskuri sekitar makam yai sap.
Kedua kegiatan nyadran seperti itu berlangsung cukup lama , bisa dibilang ratusan tahun lamanya. Hingga akhirnya nyadran versi Mbok lanjar berhenti pada tahun 1940. Sebab berhentinya karena disibukkan adanya peperangan dengan belanda hingga sedikit demi sedikit berangsur - angsur terlupakan.
Namun kegiatan nyadran di wilayah selatan masih berlangsung hingga jamannya petinggi maskun terbukti masyarakat desa kembangan yang nggogol (yang memiliki sawah bumi 500 atau 5 kotak) setiap tahun bergiliran menggarap sawah , yang di sebut sawah segan dan wedusan. Artinya bagi yang menggarap sawah segan berarti setiap diadakan nyadran harus menyediakan sego atau nasi untuk dimakan orang satu kampung ketika nyadran. Begitu pula bagi yang menggarap sawah wedusan maka setiap tahun ketika diadakan nyadran harus menyediakan wedos atau kambing untuk di jadikan lauk orang satu kampung ketika nyadaran. Ritual nyadrannya sendiri dimulai dari daerah makam yaisap , segala jenis atribut dan berbagai makanan dan buah - buahan yang di sediakan dikumpulkan disana, kemudian sesajen atau makanan tersebut diarak beramai - ramai kearah utara yaitu daerah sekarang lumbung. Penyajian makanan digambarkan seperti kegiatan makan tumpeng disebelah masjid disetiap acara peringatan kemerdekaan RI. Gelaran sajian di sajikan dari depan rumah wak samak sampai area lumbung.
Kegiatan itu berlangsung cukup lama, Sehingga suatu ketika Mbah Mus tajid mbahnya saudara Zunus dan saudari Uud RT 3, Bermusyawarah dengan pemimpin pondok pesantren siman yaitu Mbah yai Fattah. Dalam Pertemuannya untuk membicarakan masalah nyadran di kramat karena dirasa sudah banyak penyimpangan yang mengarah ke kemusrikan. Tepat pada tahun 1974 melalui hasil musyawarah tersebut petinggi Maskun resmi menghentikan kegiatan nyadran di desa kembangan.
Itulah sedikit cerita tentang nyadran yang pernah ada didesa kembangan, bila ada salah kata mohon maaf sebesar- besarnya, karena kebenaran hanya milik Allah SWT. Dan juga semoga kemasan ini bermanfaat bagi kita semua dalam segi wawasan seputar desa kembangan serta menjadi bahan bacaaan sejarah bagi anak cucu kita di masa mendatang.
Salam guyup warga desa kembangan. " Cerita segala rasa " Cangkru'e Desa Kembangan.
Dirilis : Oleh Admin Cangkru'e Desa Kembangan
Penulis : Pak lek Prasojo Kaniraras
Sumber : Pak lek Prasojo Kaniraras dan Pakdhe Guno
Lainnya : Baca cerita rakyat lainnya di link ini
No comments:
Post a Comment