Di akhir tahun 1978 perekonomian warga desa kembangan sudah mulai berkembang, karena sudah banyak pemuda desa yang memberanikan diri untuk merantau ke kota Surabaya. Yang memotori perantauan ke kota pahlawan itu diantaranya adalah pemuda - pemuda RT 7, Pemuda - pemuda tersebut seperti Bapak Maji mertua bapak Rozikin, dan saudaranya yaitu Bapak Jiran, Serta Bapak muliadi , Bapak Kartipan, Bapak H. Nasli bersaudara, Bapak Munawar keceng dan lain - lain. Di sana mereka mengadu nasib dengan berjualan ES Gudir.
Masih dengan warga RT 7 . Sejak jaman dulu meski RT 7 nampaknya seperti terisolir , namun ditakdirkan warganya memiliki semangat yang sangat besar untuk menjadi pengusaha , seperti contoh , Haji Mari RT 1 yang dulunya adalah warga asli RT 7 dan memulai usahanya dengan menjadi tukang mendring alat- alat dapur dengan cara keliling dari kampung ke kampung. Hingga saat ini menjadi pengusaha Toko bangunan di embong kulun yang cukup sukses. Kemudian Haji Rumiati istri bapak H. Soradi RT 1, dia juga asli warga RT 7 yang menjadi pengusaha warung Soto di embong kulon tepatnya di pojok Pokesmas. Serta Ibu Tarsi RT 1 , yang semula juga warga RT 7 , dia juga memiliki warung makan di embong kulon.
Dibalik rahasia semangat besar warga RT 7, Semangat itu muncul karena termotivasi oleh bapak H. Sukur bapaknya Hj. Sariam yang menjadi pedagang ikan di TPI Blimbing , Brondong di tahun 60-an. H. Sukur cukup sukses di eranya dan saat itu pula menjadi orang terkaya di desa kembangan (ukuran kaya jaman dulu banyak memiliki sawah) . Sehingga dengan kesuksesan bapak H. Sukur itulah warga RT 7 mulai termotivasi dan bersemangat menjadi pengusaha, yang dulunya hanya mengandalkan pertanian dan peternakan. Meski hanya berjualan pereng sepeti mbahnya subawi , ibu tarmiah, yang akhirnya pernah sukses menjadi pengusaha jual beli ayam kampung yang cukup tenar.
Di RT 7 juga menjadi tempat pertama kali adanya selep padi di desa kembangan , tepatnya di sebelah utara warong kopi Joko saeah embong etan. Dan di RT 7 juga terdapat rumah tembok kedua yang cukup megah dengan desain moderen yaitu rumahnya bapak haji Asmuri hasil kesuksesannya menjadi pengusaha warung soto di jakarta . Itulah sekelumit tentang semangat yang besar warga RT 7 untuk menjadi pengusaha hebat.
Dengan merantaunya mayoritas pemuda warga RT 7 ke surabaya sehingga warga desa kembangan banyak yang berduyun-duyun merantau ke Surabaya ikut berjualan Es Gudir. Tahu kah anda sekalian, yang menjadi Bos Es Gudir saat itu adalah Almarhum Bapak H. Monsari RT 5 mbahnya Pak Kades Mas Huda. Di tahun itu pemuda desa kembangan mulai mengenal usaha di tanah rantau Surabaya dan sekitarnya. meski ada beberapa generasi tua yang sudah merantau jauh ke ibu kota jakarta.
Bagi pemuda yang tinggal di desa , yang di ketuai oleh almarhum bapak Fathurrohman RT 3 kakaknya ibu Hanik secara gigih berjuang untuk meminta di buatkan lapangan untuk bermain bola kepada petinggi Maskun. Keinginan kuat untuk memiliki lapangan luas itu didukung oleh sesepuh pemuda yaitu bapak karmadi RT 6. Dari sinilah yang dulunya permuda hanya bermain bola di lapangan kecil sebelah telogo etan atau di depan halaman SD impres menjadi terkabulkan memiliki lapangan besar setelah disetujui oleh petinggi maskun.
Pada tahun 1979 petinggi Maskun menyetujui dan memberi mandat kepada pemuda untuk membuat lapangan dengan cara membongkar rerumpunan bambu (barongan) yang merupakan tanah milik desa yang tepatnya di sebelah selatan SD impres. Luasnya dari sebelah jalan sampai mentok podok siman. Pembongkaran barongan untuk menjadi lapangan memakan waktu yang cukup panjang. Proyek pembuatan lapangan mengerahkan segenap pemuda dari RT 1 sampai RT 7 secara bergotong royong merobohkan puluhan barongan. Setiap hari pagi dan sore selalu diadakan kerja bakti merobohkan barongan , dengan berbagai cara dari penebangan hingga pembakaran bambu. Bahkan hingga malam hari pemuda - pemuda masih semangat merobohkan barongan yang terkenal angker itu, hanya dengan penerangan lampu setrongkeng tangan - tangan pemudah dengan lincah menumbangkan bambu satu persatu. Saat itu tergambar keguyupan, kerukunan , persatuan , yang sangat kuat dengan tujuan yang sama ingin memiliki lapangan bola yang layak.
Setelah barongan ditumpas habis rata dengan tanah penampakan sebelah selatan SD impres menjadi terlihat sangat luas, dan ada beberapa pemuda yang meneriakkan kata " Hore deso kembangan bapakale ndue lapapangan jembar " dengan celoteh bahasa keseharian pemuda - pemuda itu mengungkapkan kebahagiaannya yang akan segera memiliki lapangan yang sangat luas, serta triakkan yel - yel " Hidup wak karmadi , hidup wak karmadi ",. secara berulang ulang pemuda menyanjung sesepuh para pemuda.
Namun teriakkan itu di sanggah oleh bapak Mijo " Kuwe ojo seneng - seneng disek , pikiren ngguruk jublang seng podo jero - jero iku ". Jublang atau kali yang dalam itu tepatnya berada yang sekarang menjadi rumah bapak H. Suaib dan rumah Ibu elis. Meski mendapat sanggahan dari bapak mijo , pemuda tidak lantas patah semangat karena ingin memiliki lapangan yang luas. Dengan bekerja bakti kembali mengambil dedek di selep siman sebanyak - banyaknya untuk mengguruk kali yang sangat dalam itu, tidak hanya dedek yang menjadi material penggurukan , bongkahan bongkahan barongan juga di masukkan kedalam kali untuk menggurug.
Setelah memakan waktu yang cukup lama , lapangan bola yang cukup luas terwujud disana dan menjadi lapangan bola resmi desa kembangan pertama kali.
Itulah gambaran semangat pemuda ditahun 70-an yang penuh harapan indah, dan mulai sedikit terkuak impian pemuda desa kembangan.
Bersambung lagi ya brooo... Nantikan cerita rakyat dalam kemasan sosial budaya desa kembangan hanya di Cangkrukke Desa Kembangan ( CDK).
Dirilis : Oleh Admin Cangkru'e Desa Kembangan
Penulis : Pak lek Prasojo Kaniraras
Sumber : Pak lek Prasojo Kaniraras dan Pakdhe Guno
Lainnya : Baca cerita rakyat lainnya di link ini
No comments:
Post a Comment