Kisah ini mirip dengan kejadian pada masa nabi Sulaiman ketika masih muda, dan sejarah ini dipelajari abu nawas untuk memecahkan suatu persoalan dikemudian hari. Entah sudah berapa kali kasus seorang bayi yang diakui oleh dua orang ibu, yang sama - sama ingin memiliki anak. Seperti juga kisah yang pernah terjadi di indonesia tepatnya di jakarta pada bayi yang bernama cipluk di Rumah sakit Jakarta pada tahun 1986.
Bagdad _ Pada persidangan kasus perebutan bayi ini hakim rupanya mengalami kesulitan untuk memutuskan dan menentukan perempuan yang mana sebenarnya yang menjadi ibu bayi yang asli. Di hadapan raja harun Ar Rasyid, hakim ini menyerah dan tidak sanggup memutuskan (karena kala itu belum ada tes DNA).
Untuk memecahkan persoalan ini baginda raja pun turun tangan, baginda memakai tak-tik rayuan, baginda berpendapat mungkin dengan cara - cara yang amat halus salah satu wanita itu ada yang mau mengalah, tetapi kebijakan baginda harun Ar Rasyid justru membuat Dua perempuan makin mati - matian saling mengaku bahwa bayi itu adalah anaknya.
Baginda raja pun pusing, akhirnya dengan rasa putus asa baginda raja berpikir sejenak.
Mengingat tak ada cara lain lagi yang bisa diterapkan baginda maka terpaksa Abu Nawas dipanggil ke istana untuk menghadap raja, abu nawas hadir mengantikan hakim.
Setelah abu nawas mendapat keterangan kronologi persoalan yang terjadi dari baginda raja abu nawas tidak mau menjatuhkan putusan pada hari itu, melainkan menunda sampai hari berikutnya. semua yang hadir dipersidangan yakin abu nawas pasti sedang mencari akal seperti yang biasa dilakukan padahal penundaan itu hanya disebabkan perangkat pengadilan kurang komplit sebab algojo eksekutor tidak ada ditempat.
Keesokan hari sidang pengadilan diteruskan lagi, abu nawas memanggil algojo dengan pedang terhunus ditangan abu nawas memerintahkan agar bayi yang menjadi rebutan itu diletakkan diatas meja dan kedua perempuan itu yang mengaku menjadi ibu bayi diminta menunggui disamping meja tersebut. "apa yang akan kau perbuat terhadap bayi ku itu?" kata kedua perrmpuan itu saling memandang kemudian abu nawas melanjutkan dialog. "sebelum saya mengambil tindakan apakah salah satu dari kalian bersedia mengalah dan menyerahkan bayi itu kepada yang memang berhak memilikinya?" "tidak, bayi itu adalah anakku" kata kedua perempuan itu serentak. " baiklah kalo kalian memang sungguh - sungguh sama menginginkan bayi itu dan tidak ada yang mau mengalah maka saya terpaksa akan membelah bayi itu menjadi dua sama rata" kata abu nawas mengancam.
Perempuan pertama girang bukan kepalang karena akan mendapat bagian separo bayi, sedangkan perempuan kedua menjerit - jerit histeris dan memohon kepada abu nawas "jagan dibelah bayiku, jagan dipotong anakku, biarlah aku rela bayi itu seutuhnya diserahkan kepada bayi itu" kata perempuan kedua.
Kini abu nawas tersenyum lega, sekarang topeng kepalsuan mereka sudah terbuka, abu nawas segera mengambil bayi itu dan sang algojo disuruh mundur kemudian abu nawas menyerahkan bayi itu kepada perempuan yang kedua.
Dan selanjutnya abu nawas memohon kepad baginda raja supaya perempuan yang pertama yang mengaku - ngaku bayi itu anaknya agar dihukum sesuai dengan perbuatannya. karena menurut hemat abu nawas tidak ada seorang ibu yang tega menyaksikan anaknya disembelih atau dibelah menjadi dua apalagi didepan matanya.
Itulah kecerdikan abu nawas memutuskan suatu persoalan, sehingga baginda raja merasa puas "abu nawas kau hebat sekali" , itu lah sanjungan dari raja "sebenarnya aku tidak hebat, aku tidak bisa apa - apa baginda karena hamba hanya rakyat biasa" "apa maksudmu?" tanya baginda "hamba hanya menirukan apa yang telah diperbuat oleh nabi sulaiman dimasa mudanya".
Inilah guna dan pentingnya belajar dan membaca sejarah sehingga apa yang tak tahu menjadi tau, apa yang tidak mengerti menjadi mengerti dan dinalar dengan akal pikiran kita sehingga dapat menjadi pelajaran yang positif.
Baginda raja merasa puas terhadap apa yang diputuskan oleh abu nawas dan sebagai rasa terimaksih baginda menawari abu nawas menjadi penasihat hakim kerajaan, tetapi abu nawas menolak ia lebih senang menjadi rakyat biasa dan guru ngaji dilanggarnya, itu lebih bermanfaat.
Itulah sifat kesederhanaan abu nawas dan istiqomah dalam hidupnya
Sekian ))))) Nantikan kisah Abu Nawas selanjutnya
Penulis : pak lik orasojo kaniraras
Sumber : 1001 malam baghdad
No comments:
Post a Comment